Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI BUNTOK
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2017/PN BNT H. HASANUDDIN AGANI, SE JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA cq. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI KALIMANTAN TENGAH selaku PENYIDIK di PALANGKA RAYA Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 27 Mar. 2017
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2017/PN BNT
Tanggal Surat Senin, 27 Mar. 2017
Nomor Surat 517/R&Partners/III/2017
Pemohon
NoNama
1H. HASANUDDIN AGANI, SE
Termohon
NoNama
1JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA cq. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI KALIMANTAN TENGAH selaku PENYIDIK di PALANGKA RAYA
2JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA cq. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI KALIMANTAN TENGAH cq. KEPALA KEJAKSAAN NEGERI BARITO SELATAN selaku PENYIDIK di BUNTOK
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Nomor        :  517/R&Partners/III/2017.

Sifat             :  Penting.

Lampiran    :  1 (satu) berkas.

Perihal        :  PERMOHONAN PRAPERADILAN      

Kepada Yth. :

KETUA PENGADILAN NEGERI

BUNTOK

DI – BUNTOK

 

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini : ----------------------------------------------------

-----------------------------RAHMADI G. LENTAM, SH.,MH -----------------------

-------------------------- SUKARLAN FACHRIE DOEMAS, SH --------------------

------------------------------------- INDRIYANTO, SH., MH ----------------------------

Advokat & Pengacara pada Kantor Advokat & Pengacara “R & PARTNERS LAW FIRM”, berkantor di Jl. C. Bangas Nomor 17 A (DAYAK TV) e-mail : r.andpartnerslawfirm@gmail.com ; legaladvis34@gmail.com,  Palangka Raya, Kalimantan Tengah – INDONESIA, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri ; -------------------------------------------------------------------

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus, tertanggal 23 Maret 2017, adalah kuasa, karenanya bertindak untuk dan atas nama : -------------------------------------------

N a  m a                            : H. HASANUDDIN AGANI, SE; ----------------------

Tempat Lahir                  : Buntok  ; -------------------------------------------------------

Umur / Tanggal Lahir   : 58 Tahun / 14 Januari 1959 ; -----------------------------

Jenis Kelamin                  : Laki – laki ; ---------------------------------------------------

Kebangsaan                     : Indonesia ; ----------------------------------------------------

Agama                              : Islam ; ----------------------------------------------------------

Pekerjaan                         : Wakil Ketua DPRD Kabupaten Barito Selatan ; -----

Tempat tinggal               :     Jl. Melati Nomor 9 Hilir Seper, Buntok Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah ; -------

Pendidikan                      : Sarjana Strata 1 ; ---------------------------------------------Selanjutnya disebut PEMOHON; ----------------------

Perkenankanlah dengan ini mengajukanpermohonan pemeriksaan praperadilan terhadap:

1.  JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA cq. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI KALIMANTAN TENGAH selaku PENYIDIK di PALANGKA RAYA  ; selanjutnya disebut TERMOHON I;

2.  JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA cq. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI KALIMANTAN TENGAH cq. KEPALA KEJAKSAAN NEGERI BUNTOK selaku PENYIDIK di BUNTOK; selanjutnya disebut TERMOHON II;

mengenai :sah atau tidak sah penetapan PEMOHONsebagai tersangka oleh TERMOHONIdan TERMOHONII;

Adapun mengenai duduk perkaranya terurai sebagai berikut :

A. DASAR HUKUM PRAPERADILAN :

1.    Bahwa dalam suatu negara hukum, hukum acara pidana diposisikan sebagai alat agar pelaksanaan proses hukum dijalankan secara adil [due process of law] demi penghormatan terhadap hak asasi manusia, yang antara lain mencakup upaya perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang dari pejabat negara, pemberian berbagai jaminan bagi tersangka dan terdakwa untuk membela diri sepenuhnya, penerapan asas praduga tidak bersalah, serta penerapan asas persamaan di hadapan hukum ;

2.    Bahwa dalam kaitannya dengan due process of law, dalam Rakernas MA yang baru saja berlangsung Yang Mulia Hakim Agung Dr. Artidjo Alkostar, SH.,LLM., Ketua Muda Pidana Mahkamah Agung RI dalam makalahnya yang berjudul Kebutuhan Responsifitas Perlakuan Hukum Acara Pidana dan Dasar Pertimbangan Pemidanaan serta Judicial Immunitymenyatakan :

       “Perlakuan hukum terhadap manusia yang dikualifikasikan sebagai tersangka dan terdakwa menuntut ketepatan dan kebenaran secara prosedural, karena hal ini berimplikasi terhadap pemidanaan yang dijatuhkan dalam proses pengadilan. Dalam proses penyidikan harus dijamin adanya bukti-bukti yang cukup tentang posisi hukum terdakwa dengan perbuatan pidana yang terjadi, sehingga tidak ada keraguan lagi bahwa dialah pelaku kejahatan (beyond reasobable doubt).

3.    Bahwa lanjut dalam makalah yang sama Yang Mulia Hakim Agung Dr. Artidjo Alkostar, SH.,LLM., juga menyatakan :

       “Begitu pula dalam hal memperoleh barang bukti, aturan hukum mensyaratkan adanya prosedur yang sah. Pada umumnya negara hukum menentukan bahwa barang bukti yang diperoleh dengan cara melanggar hak-hak dasar yang ditentukan dalam konstitusi atau diperoleh secara illegal tidak dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan dan prinsip ini dikenal dengan Exclusionary Rule.”

Bahwadalam melaksanakan kewajibannya menegakkan hukum sudah barang tentu TERMOHONIdan TERMOHONIIsebagai penegak hukum juga harus bertindak berdasarkan hukum yang berlaku, tidak berdasarkan kekuasaan semata-mata tanpa dasar hukum yang menjadi landasannya untuk bertindak. Hukum berarti harus menjadi “panglima” dalam setiap aspek kehidupan penyelenggaraan negara, sehingga tidak ada ruang sedikitpun bagi suatu tindakan Negara ic. Pemerintah yang lepas atau tidak berdasarkan hukum. Jika terjadi maka Negara yang menjalankan mandat kedaulatan dari rakyat menggugat setiap tindakan “kekuasaan” yang dilakukan oleh Pemerintah beserta segenap Aparaturnya yang bersifat “melawan hukum” atau bertindak tidak sesuai dengan hukum, melampaui atau menyalahgunakan kewenangan/kekuasaannya ; selain hukum secara tegas mengatur apa saja kewenangan atau kekuasaan dari masing-masing organ negara, organ pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, hukum juga menegaskan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali [vide Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945] ;

5.    Bahwa merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor : 34/PUU-XI/2013, tertanggal 6 Maret 2014, ditegaskan bahwa ”prinsip negara hukum yang telah diadopsi dalam UUD 1945 (vide Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945) meletakkan suatu prinsip bahwa setiap orang memiliki hak asasi (HAM), yang dengan demikian mewajibkan orang lain, termasuk di dalamnya negara, untuk menghormatinya”. Mahkamah Konstitusi juga menyatakan bahwa ”Kewajiban negara untuk menegakkan dan melindungi HAM sesuai prinsip negara hukum yang demokratis mengharuskan pelaksanaan HAM dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan (vide Pasal 28I Ayat (5) UUD 1945). Hukum acara pidana merupakan implementasi dari penegakan dan perlindungan HAM sebagai ketentuan konstitusional dalam UUD 1945. Hal demikian sesuai pula dengan prinsip negara hukum yang demokratis, yaitu due process of law”. Lebih lanjut MahkamahKonstitusi menegaskan bahwa ”Terkait dengan penegakan dan perlindungan HAM yang juga merupakan hak konstitusional berdasarkan UUD 1945 maka dalam proses peradilan pidana yang dialami seseorang haruslah mendapatkan kepastian hukum yang adil (vide Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945)” ; 

Bahwa penetapan sebagai tersangka, apabila dilakukan tidak sesuai dengan prosedur hukum,  dengan sendirinya menimbulkan hak bagi PEMOHONuntuk melakukan upaya hukum,untuk menguji keabsahan penggunaan kewenangan oleh TERMOHONIdan TERMOHONIImelalui lembaga praperadilan, yang dijamin oleh Pasal 17 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi :

       “Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”.

7.    Bahwa UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Internationa Covenant on Civil and Political Right (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik), telah memuat janji Negara Republik Indonesia untuk memberikan jaminan guna pemulihan hak-hak seseorang yang telah dilanggar berkaitan dengan pelaksanaan tugas institusi negara ic. penegak hukum ;

8.    Bahwadalam  praktek  peradilan,  terkait  penetapan tersangka sebagai obyek praperadilan, antara lain :

8.1.      Putusan Praperadilan dalamperkara Nomor: 04/Pid/Prap/2014/PN.Jkt.Sel,  tanggal 16  Februari  2015,   dengan amar putusan, antara lain : “Menyatakan  penetapan Tersangka atas diri PEMOHON yang dilakukan oleh TERMOHON  adalah tidak sah”; “Menyatakan tidak sah segala keputusan atau   penetapan yang  dikeluarkan  lebih  lanjut  oleh TERMOHON yang  berkaitan dengan penetapanTersangka terhadap diri PEMOHON oleh TERMOHON”

8.2.  Putusan Praperadilan dalam Perkara Nomor : 36/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel, tanggal 26  Mei 2015,  dengan amar  putusan, antara lain: “Menyatakan Penyidikan yang dilakukan oleh Termohon berkenaan dengan peristiwa  pidana  sebagaimana  dinyatakan  dalam  penetapan sebagai  Tersangka  terhadap  diri  Pemohon  yang   diduga  melanggar Pasal  2  ayat   (1)  atau   Pasal  3  Undang–Undang  No.31   Tahun   1999 tentang Pemberantasan  Tindak  Pidana Korupsi  Jo.   Undang–Undang No.20  Tahun   2001  tentang Perubahan atas    Undang–Undang No.31 Tahun   1999  jis Pasal 55  ayat  (1) ke  1  KUHP adalah tidak sah oleh karenanya   penyidikan   a   quo    tidak   mempunyai   kekuatan   hukum mengikat dan  oleh karena itu diperintahkan kepada Termohon untuk menghentikan  penyidikan  berdasarkan Surat  Perintah  Penyidikan,  No. Sprin  DIK–17/01/04/2014 tanggal 21  April 2014;  Menyatakan menurut hukum  tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka yang  melanggar Pasal  2 ayat  (1) atau  Pasal 3 Undang–Undang No.31 Tahun  1999  tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang–Undang No.20  Tahun  2001 tentang Perubahan atas   Undang-Undang  No.31   Tahun    1999   jis   Pasal  55   ayat   (1)   ke   1   KUHP berdasarkan Surat  Perintah Penyidikan, No.  Sprin  DIK–17/01/04/2014 adalah   tidak   sah  dan    tidak   berdasarkan  atas   hukum    dan    oleh karenanya  Penetapan  Tersangka  aquo   tidak  mempunyai  kekuatan hukum mengikat. ”

9.  Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor : 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, permohonan pemeriksaan praperadilan selain mengenai sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan maupun ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan (vide : Pasal 77 KUHAP), juga meliputi sah tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan. Dengan kata lain tindakan penyidik atau penuntut umum dalam rangka menjalankan wewenangnya yang dilakukan tanpa alasan hukum, sehingga melanggar hak-hak asasi atau harkat martabat kemanusiaan atau merugikan seseorangmenjadi objek pemeriksaan praperadilan ;

10. Bahwa dengan demikian permohonan pemeriksaan praperadilan mengenai :sah atau tidak sah penetapan PEMOHONsebagai tersangka oleh TERMOHONI dan TERMOHON IItersebut di atas,sesuaidengan locus delicti dan tempos delictiformal dan  beralasan untuk diterima, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Negeri Buntok

B. POSITA PERMOHONANMENGENAI PENETAPAN TERSANGKA:

11.  Bahwapertama sekali PEMOHONmengetahui telah ditetapkan sebagai tersangka oleh TERMOHONIberdasarkan Surat Panggilan Saksi Nomor : SP.131/Q.2.5/Fd.1/05/2014, tanggal 06 Mei 2014 An. Drs. Supriadi, AS., yang diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Anggaran Pada Sekretariat DPRD Kabupaten Barito Selatan TA 2006 dan 2007 yang mencantumkan nama PEMOHON,Hasanuddin Agani, Dkk.,sebagai tersangka, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah Nomor : Print-05/Q.2/Fd.1/04/2010, tanggal 24 April 2014;

12.  Bahwa PEMOHON sama sekali tidak mengetahui apa pasal yang dipersangkakan kepada PEMOHON, karena di dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT-05/Q.2/Fd.1/04/2014, tanggal 29 April 2014 yang diterbitkan TERMOHON I tidak disebutkan ketentuan atau pasal dari tindak pidana korupsi dimaksud, kecuali pada bagian pertimbangan angka-1 dari Surat Perintah Penyidikan a qou, berbunyi : 

Bahwa diduga telah terjadi tindak pidana korupsi penggunaan dana anggaran pada Sekretariat DPRD Kabupaten Barito Selatan Tahun Anggaran 2006 dan 2007 yang dilakukan oleh tersangka HASANUDDIN A. GANI, Dkk”

13.  Bahwa penetapan PEMOHON sebagai tersangka oleh TERMOHON I berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT-05/Q.2/Fd.1/04/2014, tanggal 29 April 2014 telah berjalan hampir selama 3 (tiga) tahun, padahal sejatinya berdasarkan ketentuan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jis Pasal  25 ditegaskan, “Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya.”

14.  Bahwa sebagai tersangka, PEMOHON pertama kali diperiksa oleh TERMOHON I pada tanggal 1 September 2014, bertempat di Kantor Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah, berkaitan dengan dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Anggaran pada Sekretariat DPRD Kabupaten Barito Selatan Tahun Anggaran 2006 dan 2007 ;

15.  Bahwa tindakan TERMOHON Imenetapkan PEMOHONsebagai tersangka adalah tindakan yang tidak sah, tidak berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan yang prosedural, tidak memenuhi syarat adanyabukti permulaan yang cukup, minimal 2 (dua) alat bukti menurut ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, antara lain :

1.  UU Nomor  8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ;

2.  UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 ;

3.  Pasal 44 Ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ;

16.  Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU Nomor 20 tahun 2001 dan Pasal 30 huruf (d) UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, hukum acara pidana yang diatur dalam KUHAP juga berlaku bagi penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHONI ;

17.  Bahwa sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka-5 KUHAP, penyelidikan diartikan sebagai : “serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukannya penyidikan”

Sedangkan penyidikan dalam Pasal 1 angka-2 KUHAP, menjelaskan mengenai pengertian penyidikan, yaitu ”Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti  yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.” ;

 Sedangkan mengenai tersangka, Pasal 1 angka-14 KUHAP menyatakan

Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkanbukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana” ;

18.  Bahwa hakikat dari kegiatan penyidikan, adalah pengumpulan atau kegiatan pengumpulan alat bukti untuk memastikan peristiwa yang terjadi dan diperiksa adalah suatu perbuatan (tindak) pidana atau bukan perbuatan (tindak) pidana, kemudian menentukan siapa pelaku perbuatan pidana tersebut. Dalam penyidikan ini kelak akan diketahui perbuatan pidana yang diduga dilakukan secara bersama-sama dengan pelaku lain atau dilakukan oleh seorang saja. Selain itu penyidikan ini juga untuk menentukan terpenuhi atau tidaknya unsur-unsur tindak pidana yang akan dipersangkakan kepada tersangka. Dengan demikian maka bukti-bukti tentang tindak pidananya adalah sebangun dengan bukti-bukti bahwa yang bersangkutanlah yang melakukan perbuatan tersebut. Sebab seseorang ditetapkan sebagai tersangka atas suatu perbuatan atau suatu tindak pidana harus jelas tindak pidananya, harus dengan jelas ada bukti-buktinya perbuatan pidana itu terjadi dan kemudian bukti-bukti itu juga berhubungan dengan seseorang yang melakukan perbuatan itu, yang akan menjadi Tersangka ; 

19.  Bahwa merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor : 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, menegaskan : KUHAP sebagai hukum formil dalam proses peradilan pidana di Indonesia telah merumuskan sejumlah hak tersangka/terdakwa sebagai pelindung terhadap kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia. Namun demikian masih beberapa frasa yang memerlukan penjelasan agar terpenuhi lex certa serta asas lex stricta sebagai asas umum dalam hukum pidana agar melindungi seseorang dari tindakan sewenang-wenang penyelidik maupun  penyidik khususnya frasa “bukti permulaan”. “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” sebagai ditentukan dalam pasal 1 angka 14, pasal 17, dan pasal 21 ayat (1) KUHAP. Ketentuan dalam KUHAP tidak memberi penjelasan mengenai batasan jumlah dari frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” berbeda dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur secara jelas batasan jumlah alat bukti, yaitu minimal dua alat bukti, seperti ditentukan dalam pasal 44 ayat (2) yang menyatakan, “bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya dua (2) alat bukti,…dst”. ; Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi menegaskan : “…menurut mahkamah, agar memenuhi asas kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan dalam pasal 28D ayat (1) UUD 1945 serta memenuhi asas lex certa dan asas lex stricta dalam hukum pidana maka, frasa “Bukti permulaan”, “Bukti permulaan yang cukup” dan “Bukti yang cukup” sebagaimana di tentukan dalam pasal 1 angka 14, pasal 17 dan pasal 21 ayat (1) KUHAP harus di tafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam pasal 184 KUHAPdan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan  tanpa kehadirannya (in absentia). Artinya terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya kemungkinan dilakukan tanpa kehadirannya tersebut, tidak diperlukan pemeriksaan calon tersangka.” Mahkamah Konstitusi juga menegaskan bahwa : “..pertimbangan mahkamah yang menyertakan pemeriksaan calon tersangka disamping minimumdua alat bukti tersebut di atas, adalah untuk tujuan transparansi dan perlindungan Hak Asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka sudah dapat memberikan keterangan yang seimbang dengan minimum dua alat bukti yang telah ditemukan oleh penyidik. Dengan demikian, berdasarkan alasan tersebut diatas, seorang penyidik di dalam menentukan “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” sebagaimana dimaksud pasal 1 angka 14, pasal 17 dan pasal 21 ayat (1) KUHAP dapat dihindari adanya tindakan sewenang-wenang terlebih lagi di dalam menentukan bukti permulaan yang cukupyang selalu dipergunakan untuk pintu masuk bagi seorang penyidik di dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.”

20.  Bahwa dari pengertian yang telah ditentukan oleh KUHAP, maka untuk mencapai proses penentuan Tersangka, haruslah terlebih dahulu dilakukan serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana (penyelidikan). Untuk itu, diperlukan keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan bukti-bukti awal yang dapat dijalin sebagai suatu rangkaianperistiwa sehingga dapat ditentukan ada tidaknya suatu peristiwa pidana.Setelah proses tersebut dilalui, maka dilakukan rangkaian tindakan untukmencari serta mengumpulkan bukti agar terang suatu tindak pidana yang terjadi. Untuk itu kembali lagi haruslah dilakukan tindakan-tindakan untuk meminta keterangan dari pihak-pihak yang terkait dan pengumpulan bukti-bukti sehingga peristiwa pidana yang diduga sebelumnya telah menjadi jelas dan terang, dan oleh karenanya dapat ditentukan siapa tersangkanya. Rangkaian prosedur tersebut merupakan cara atau prosedur hukum yang wajib ditempuh untuk mencapai proses penentuan tersangka. Adanya prosedur tersebut dimaksudkan agar tindakan penyelidik/penyidik tidak sewenang-wenang mengingat seseorang mempunyai hak asasi yang harus dilindungi ;

21.  Bahwa berdasarkan pendapat Guru Besar Hukum Pidana Indonesia, Eddy OS Hiariej, dalam bukunya yang berjudul “Teori dan Hukum Pembuktian”, untuk menetapkan seseorang sebagai TERSANGKA, TERMOHON haruslah melakukannya berdasarkan “bukti permulaan”. Eddy OS Hiariej kemudian menjelaskan bahwa alat bukti yang dimasudkan di sini adalah sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 184 KUHAP, apakah itu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan terdakwa ataukah petunjuk. Eddy OS Hiariej berpendapat bahwa kata-kata ‘bukti permulaan’ dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP, tidak hanya sebatas alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal184 KUHAP, namun juga dapat meliputi barang bukti yang dalam konteks hukum pembuktian universal dikenal dengan istilah physical evidence atau real evidence. Selanjutnya untuk menakar bukti permulaan, tidaklah dapat terlepas dari pasal yang akan disangkakan kepada tersangka. Pada hakikatnya pasalyang akan dijeratkan berisi rumusan delik yang dalam konteks hukum acara pidana berfungsi sebagai unjuk bukti. Artinya, pembuktian adanya tindak pidana tersebut haruslah berpatokan kepada elemen-elemen tindak pidanayang ada dalam suatu pasal. Dan dalam rangka mencegah kesewenang-wenangan penetapan seseorang sebagai tersangka ataupun penangkapan dan penahanan, maka setiap bukti permulaan haruslah dikonfrontasi antara satu dengan lainnya termasuk pula dengan calon tersangka. Mengenai hal yang terakhir ini, dalam KUHAP tidak mewajibkan penyidik untuk memperlihatkan bukti yang ada padanya kepada  Tersangka, akan tetapi berdasarkan doktrin, hal ini dibutuhkan untuk mencegah apa yang disebut dengan istilah unfair prejudice  atau persangkaan yang tidak wajar ;

21.  Bahwa uraian tersebut di atas sangat terkait dengan ranah hukum pembuktian, oleh karenanya perlu dijelaskan lebih lanjut perihal pembuktian yang ditulis dalam buku Eddy OS Hiariej tersebut di atas, bahwa dalam konteks hukum pidana, pembuktianmerupakan inti dari persidangan perkara pidana, karena yang dicari dalam hukum pidana adalah kebenaran materiil. Kendatipun demikian pembuktian dalam perkara pidana sudah dimulai sejak tahap penyelidikan untuk mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Pada tahap ini sudah terjadi pembuktian, dengan tindak penyidik mencari barang bukti, maksudnya guna membuat terang suatu tindak pidana serta menentukan atau menemukan tersangkanya. Dengan demikian maka dapat dimengerti, bahwa pembuktian dilihat dari perspektif hukum acara pidana yakni ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan mempertahankan kebenaran, baik oleh hakim, penuntut umum, terdakwa dan penasehat hukum, kesemuanya terikat pada ketentuan dan tata cara, serta penilaian terhadap alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang. Tidak dibenarkan untuk melakukan tindakanyang leluasa sendiri dalam menilai alat bukti, dan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang ;

22.       Bahwa dalam perkara pidana, pembuktian selalu penting dan krusial. Pembuktianmemberikan landasan dan argumen yang kuat kepada penuntut umum untuk mengajukan tuntutan. Pembuktian dipandang sebagai sesuatu yang tidak memihak, objektif dan memberikan informasi kepada hakim untuk mengambilkesimpulan dari suatu kasus yang sedang disidangkan. Terlebih dalam perkara pidana, pembuktian sangatlah esensi karena yang dicari dalam perkara pidana adalah kebenaran materiil. Berbeda dengan pembuktian perkara lainnya, pembuktian dalam perkara pidana sudah dimulai dari tahap pendahuluan, yakni diawali pada tahap penyelidikan dan penyidikan. Pada tahap pendahuluan/penyelidikan tersebut, tata caranya jauh lebih rumit bila dibandingkan dengan hukum acara lainnya ;

23.  Bahwa mengingat dalam perkara ini adalah perkara korupsi yang ditangani oleh TERMOHON I, oleh karenanya bukti permulaan yang cukup harus didasarkan pada dua alat bukti sebagaimana ditentukan dalam Pasal 44 ayat (2) UU KPK jo. Pasal 1 angka-2, angka-5 dan angka-14 KUHAPjo. Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor : 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, yang pada pokoknya secara tegas dan jelas mengatur bahwa bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan diperoleh secara sah berdasarkan peraturan perundang-undangan dengan disertai pemeriksaan calon tersangka(beyond reasonable doubt) ;

24.  Bahwa penetapanPEMOHON sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT-05/Q.2/Fd.1/04/2014, tanggal 29 April 2014 yang diterbitkan TERMOHON I selain tidak menyebutkan atau pasal dari tindak pidana korupsi yang dilanggar oleh PEMOHON, ternyata pada bagian pertimbangan angka-2, berbunyi :  “Bahwa oleh karena itu perlu dilakukan pencarian dan pengumpulan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi.”

25.  Bahwa berdasarkan bunyi pertimbangan angka-2 Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT-05/Q.2/Fd.1/04/2014, tanggal 29 April 2014 a qou, TERMOHON I baru “mencari dan mengumpulkan bukti” dengan kata lain “belum ditemukan bukti permulaan yang cukup, minimal 2 (dua) alat bukti, yang dengan bukti tersebut membuat terang tindak pidana yang terjadi”. Dengan demikian penetapan PEMOHON sebagai tersangka, berdasarkanSurat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT-05/Q.2/Fd.1/04/2014, tanggal 29 April 2014 adalah tidak sah, karena penetapan PEMOHON sebagai tersangka lebih dulu dilakukan tanpaadanya bukti permulaan yang cukup atauTERMOHON I justru baru akan mencari dan mengumpulkan bukti ;

26.  Bahwa rentang waktu hampir 3 (tiga) tahun PEMOHON menyandang status tersangka tanpa kepastian, adalah masa-masa yang sangat menyiksa baik terhadap PEMOHON maupun keluarga, lamanya proses status tersangka apabila dihubungkan dengan bunyi pertimbangan angka-2 Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT-05/Q.2/Fd.1/04/2014, tanggal 29 April 2014, dapat dipahami, karena ternyata TERMOHON I masih berusaha untuk “mencari dan mengumpulkan bukti” ;

27.  Bahwa setelah TERMOHON I tidak mampu untuk “mencari dan mengumpulkan bukti”, TERMOHON I kemudian melimpahkan proses penyidikan kepada TERMOHON II, yang kemudian menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor : Print-204/Q.2.15/Fd.1/04/2016, tanggal 27 April 2016, yang PEMOHON ketahui berdasarkan Surat Nomor : B-181/Q.2.15/Fd.1/05/2016, tanggal 13 Mei 2016 dari TERMOHON II, perihal Permintaan Keterangan, yang ditujukan kepada PEMOHON ; yang ternyata tidak lagi mengenai dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Dana Anggaran pada Sekretariat DPRD Kabupaten Barito Selatan Tahun Anggaran 2006 dan 2007, melainkan berhubungan dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan BPK RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah Nomor : 31.c/LHP/S/XIX.PAL/05/2009, tanggal 11 Mei 2009 Tahun Anggaran 2008 di Sekretariat DPRD Kabupaten Barito Selatan, yang sesuai rekomendasi BPK RI telah PEMOHON setor ke Kas Daerah, pada tanggal 11 April 2016 sebelum TERMOHON II menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan a qou ;

28.  Bahwa berdasarkan Surat Nomor : B-353/Q.2.15/Fd.1/ 10/2016, tanggal 27 Oktober 2016 dari TERMOHON II perihal bantuan pemanggilan saksi yang ditujukan kepada Ketua DPRD Kabupaten Barito Selatan, PEMOHON mengetahuitelah ditetapkanlagi sebagai tersangkadengan Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT-592/Q.2.15/Fd.1/10/2016, tanggal 06 Oktober 2016 yang diterbitkan TERMOHON II, dengan dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan Perjalanan Dinas pada Sekretariat DPRD Kabupaten Barito Selatan Tahun Anggaran 2006 dan 2008

29.  Bahwa Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT-592/Q.2.15/Fd.1/10/2016, tanggal 06 Oktober 2016 dari TERMOHON II, merupakan tindak lanjut dari pelimpahan perkara dari TERMOHON I, yang kembali mengenai dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan Perjalanan Dinas pada Sekretariat DPRD Kabupaten Barito Selatan Tahun Anggaran 2006 akan tetapi sudah tidak lagi mencantumkan Tahun Anggaran 2007, melainkan diganti menjadi Tahun Anggaran 2008 ;

30.  Bahwa selanjutnya berdasarkan Surat Panggilan Tersangka Nomor : SP-65/Q.2.15/Fd.1/03/2017, tanggal 01 Maret 2017, TERMOHON II memanggil PEMOHON untuk diperiksa sebagai tersangka pada hari Selasa, 07 Maret 2017 di Kejaksaan Negeri Barito Selatan ;

31.  Bahwa setelah selesai pemeriksaan tersangka oleh TERMOHON II terhadap PEMOHON, PEMOHON maupun kuasanya secara lisan telah meminta turunan Berita Acara Pemeriksaan, akan tetapi TERMOHON II tidak memberikannya, hal mana sangat berbeda dengan perlakuan yang diterima oleh PEMOHON sewaktu diperiksa oleh TERMOHON I, dimana Berita Acara Pemeriksaan diberikan setelah selesai pemeriksaan, tindakan TERMOHON II a qou bertentangan dengan ketentuan Pasal 72 KUHAP dan penjelasannya, yang berbunyi :

   “Atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya."

  “Yang dimaksud dengan "untuk kepentingan pembelaannya" ialah bahwa mereka wajib menyimpan isi berita acara tersebut untuk diri sendiri. Yang dimaksud dengan "turunan" ialah dapat berupa foto copy. Yang dimaksud dengan "pemeriksaan" dalam pasal ini ialah pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, hanya untuk pemeriksaan tersangka. Dalam tingkat penuntutan ialah semua berkas perkara termasuk surat dakwaan. Pemeriksaan di tingkat pengadilan adalah seluruh berkas perkara termasuk putusan hakim.”

32.  Bahwa penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON II berdasarkan :

32.1.  Surat Perintah Penyelidikan Nomor : Print-204/Q.2.15/Fd.1/ 04/2016, tanggal 27 April 2016, yang PEMOHON ketahui berdasarkan Surat Nomor : B-181/Q.2.15/Fd.1/05/2016, tanggal 13 Mei 2016 dari TERMOHON II, perihal Permintaan Keterangan, yang ditujukan kepada PEMOHON ; yang ternyata tidak lagi mengenai dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Dana Anggaran pada Sekretariat DPRD Kabupaten Barito Selatan Tahun Anggaran 2006 dan 2007, melainkan berhubungan dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan BPK RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah Nomor : 31.c/LHP/S/XIX.PAL/05/2009, tanggal 11 Mei 2009 Tahun Anggaran 2008 di Sekretariat DPRD Kabupaten Barito Selatan ;

32.2.  Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT-592/Q.2.15/Fd.1/ 10/2016, tanggal 06 Oktober 2016 yang diterbitkan TERMOHON II, dengan dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan Perjalanan Dinas pada Sekretariat DPRD Kabupaten Barito Selatan Tahun Anggaran 2006 dan 2008yang PEMOHON ketahui berdasarkan Surat Nomor : B-353/Q.2.15/Fd.1/ 10/2016, tanggal 27 Oktober 2016 dari TERMOHON II perihal bantuan pemanggilan saksi yang ditujukan kepada Ketua DPRD Kabupaten Barito Selatan, yang berisi penetapan PEMOHON sebagai tersangka, dengan tidak menyebutkan ketentuan atau pasal dari peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana korupsi yang disangkakan ; yang merupakan pelimpahan atau tindak lanjut dari penetapan Tersangka oleh TERMOHON I ;

adalah TIDAK SAH dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penetapan aquo tidak mempunyai kekuatan mengikat;

33.  Bahwa dengan demikian berdasarkan seluruh uraian di atas, maka tindakan atau proses penyidikan yang dilaksanakan oleh TERMOHON I dan TERMOHON II terkait penetapandiri PEMOHON sebagai Tersangka secara hukum adalah juga tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat ; 

E. PETITUM PERMOHONAN

Bahwa berdasarkan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang sebagiannya diuraikan dalam permohonan ini, mohon sudilah kiranya Pengadilan Negeri Buntok ic. Hakim Praperadilan yang memeriksa dan  mengadili  permohonan ini memutuskan sebagai hukum :

  1. Menyatakan Pengadilan Negeri Buntok berwenang memeriksa dan mengadili permohonan praperadilan yang diajukan PEMOHON;
  2. Menerima dan mengabulkan permohonan PEMOHONuntuk seluruhnya ;
  3. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT-05/Q.2/Fd.1/04/2014, tanggal 29 April 2014 yang diterbitkan TERMOHON Iyang menetapkan PEMOHON sebagai tersangka, dengan tidak menyebutkan ketentuan atau pasal dari peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana korupsi yang disangkakan, yang dalam bagian pertimbangan Surat Perintah Penyidikan a qou, berbunyi :

1. Bahwa diduga telah terjadi tindak pidana korupsi penggunaan dana anggaran pada Sekretariat DPRD Kabupaten Barito Selatan Tahun Anggaran 2006 dan 2007 yang dilakukan oleh tersangka HASANUDDIN A. GANI, Dkk ;

2.  Bahwa oleh karena itu perlu dilakukan pencarian dan pengumpulan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi ;

3.  Mengingat butir 1. dan 2. tersebut, maka perlu dikeluarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah ;

   adalah TIDAK SAH dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penetapan aquo tidak mempunyai kekuatan mengikat;

  1. Menyatakan Penyidikan yang dilaksanakan oleh TERMOHON I terkait peristiwa pidana sebagaimana dimaksud dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT-05/Q.2/Fd.1/04/2014, tanggal 29 April 2014  mengenai diduga telah terjadi tindak pidana korupsi penggunaan dana anggaran pada Sekretariat DPRD Kabupaten Barito Selatan Tahun Anggaran 2006 dan 2007 yang dilakukan oleh tersangka HASANUDDIN A. GANI, Dkk ; adalah TIDAK SAH dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya Penyidikan aquo tidak mempunyai kekuatan mengikat;
  2. Menyatakan bahwa perbuatan TERMOHON I  yang menetapkan PEMOHONsebagai Tersangka tanpa prosedur adalah cacat yuridis atau bertentangan dengan hukum ;
  3. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh TERMOHON I yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri PEMOHON oleh TERMOHON I ;
  4. Menyatakan :

7.1. Surat Perintah Penyelidikan Nomor : Print-204/Q.2.15/Fd.1/04/ 2016, tanggal 27 April 2016, yang PEMOHON ketahui berdasarkan Surat Nomor : B-181/Q.2.15/Fd.1/05/2016, tanggal 13 Mei 2016 dari TERMOHON II, perihal Permintaan Keterangan, yang ditujukan kepada PEMOHON ; yang ternyata tidak lagi mengenai dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Dana Anggaran pada Sekretariat DPRD Kabupaten Barito Selatan Tahun Anggaran 2006 dan 2007, melainkan berhubungan dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan BPK RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Tengah Nomor : 31.c/LHP/S/XIX.PAL/ 05/2009, tanggal 11 Mei 2009 Tahun Anggaran 2008 di Sekretariat DPRD Kabupaten Barito Selatan ;

7.2. Surat Perintah Penyidikan Nomor : PRINT-592/Q.2.15/Fd.1/10/2016, tanggal 06 Oktober 2016 yang diterbitkan TERMOHON II, dengan dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan Perjalanan Dinas pada Sekretariat DPRD Kabupaten Barito Selatan Tahun Anggaran 2006 dan 2008yang PEMOHON ketahui berdasarkan Surat Nomor : B-353/Q.2.15/Fd.1/ 10/2016, tanggal 27 Oktober 2016 dari TERMOHON II perihal bantuan pemanggilan saksi yang ditujukan kepada Ketua DPRD Kabupaten Barito Selatan, yang berisi penetapan PEMOHON sebagai tersangka, dengan tidak menyebutkan ketentuan atau pasal dari peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana korupsi yang disangkakan ;

yang merupakan pelimpahan atau tindak lanjut dari penetapan Tersangka oleh TERMOHON I adalah TIDAK SAH dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penetapan aquo tidak mempunyai kekuatan mengikat;

  1. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh TERMOHON II yang berkaitan dengan penetapan Tersangka terhadap diri PEMOHON oleh TERMOHON II yang merupakan pelimpahan atau tindak lanjut dari penetapan Tersangkaoleh TERMOHON I ;
  2. Menghukum TERMOHON I dan TERMOHON II untuk membayar semua biaya perkara yang terbit dalam perkara ini ;

ATAU apabila Pengadilan Negeri Buntokcq. Hakim Praperadilan yang memeriksa dan mengadili perkara permohonan praperadilan ini berpendapat lain, mohon sudilah kiranya memberikan putusan yang adil menurut keadilan yang baik (naar goode justitie recht doen).

 

Palangka Raya, 27 Maret 2017.

 

Kantor Advokat

“R&PARTNERS LAW FIRM”

Kuasa Pemohon,

 

                                                                                

RAHMADI G. LENTAM, SH.,MH

Advocates & Legal Consultants

 

SUKARLAN FACHRIE DOEMAS, SH

Advocates & Legal Consultants

 

INDRIYANTO, SH.,MH

Advocates & Legal Consultant

 

Pihak Dipublikasikan Ya